Arti Memayu Hayuning Bawono dan 3 Contoh Penerapannya dalam Keseharian

Diposting pada

Memayu Hayuning Bawono

Memayu hayuning bawono bisa dikatakan sebagai bagian daripada salah satu falsafah jawa yang dapat dipakai  sebagai  “lambaran”  dalam  melangkah yang tentusaja hal ini berkaitannya  dengan masalah  sosial, budaya,  ekonomi,  pendidikan, maupun dalam serangkaian permasalahan dalam lingkungan hidup.

Namun yang pastinya, dalam kajian ilmu sosial istilah memayu hayuning bawono ambrasto dur hangkoro ataupun memayu hayuning bawono lebur dening pangastuti menjadi kearifan lokal yang sangatlah baik untuk diterapkan.

Daftar Isi

Memayu Hayuning Bawono

Secara harfiah pengertian memayu hayuning bawono memiliki arti “membuat dunia menjadi indah atau ayu”. Dapat pula diartikan sebagai suatu bentuk atau upaya membangun dengan ramah lingkungan. Pembangunan yang dimaksud ini tentunya sangat memperhatikan pencagaran (conservation) dalam berbagai aset untuk arti kebudayaan.

Saat ini lingkungan hidup sedang terlanda kerusakan yang makin parah yang mengancam kelangsungan hidup suatu bangsa. Karena itu pembangunan ramah lingkungan hidup juga bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang sedang melanda. Hamemayu dapat diartikan sebagai memayungi yang berarti melindungi dari segala hal yang dapat mengganggu keamanan atau dari ketidaknyamanan akibat sesuatu.

Sedangkan yang dipayungi adalah “hayuning bawono”, rahayuning jagad atau keselamatan dan kelestarian dunia seisinya. Dalam hal ini tergambar pemahaman bahwa ada yang mengancam keselamatan atau kelestarian dunia di satu pihak dan adanya komitmen untuk penyelamatan dan perlindungan di lain pihak.

Dengan demikian tentulah sangat jelas bahwa budaya yang ada pada masyarakat jawa telah menyediakan seperangkat konsepsi bagaimana suatu dunia ini harus digarap, atau dibersihkan dari segala bentuk penyakitnya, dimunculkan pemikiran-pemikiran dalam hasrat yang berbudaya/beradab agar dunia atau jagad seisinya dapat selamat dan lestari.

Konsepsi memayu hayuning bawono tidak hanya berlaku untuk lingkup Jawa saja, namun juga untuk kepentingan nasional dalam kontribusinya guna menjawab atau menyelesaikan permasalahan-permasalahan internasional atau global.

Arti Memayu Hayuning Bawono

Berdasarkan filosofi Memayu hayuning bawono dapat diberi pengertian atau makna bahwa ajaran didalamnya tersirat adanya komitmen yang sangat kuat untuk menjaga, memelihara, atau menyelamatkan dunia beserta lingkungannya dan di lain pihak tergambar diperlukannya kekuatan yang besar.

Dalam implementasinya nilai karakter memayu hayuning bawono tidak dapat dilakukan secara instan, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan menggunakan strategi yang sesuai dengan kondisi.

Contoh Penerapan Memayu Hayuning Bawono

Beberapa implementasi yang bisa diberikan dari filosiofi jawa ini dalam pendidikan, antara lain;

  1. Integrasi dalam mata pelajaran

Setiap mata pelajaran terdapat muatan nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter ini tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Misalnya pada kelas 4 SD  tema Tema Peduli pada Makhluk Hidup, yang dijabarkan melalui subtema yakni subtema 1 (hewan dan tumbuhan di lingkungan  rumahku), subtema 2 (keberagaman makhluk hidup di lingkunganku), subtema 3 (ayo, cintai lingkungan).

Filosofi memayu hayuning bawono dapat diinternalisasikan dengan kompetensi dasar: Ipa (1.1  Bertambah keimanannya dengan menyadari hubungan keteraturan dan kompleksitas alam dan jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya, serta mewujudkannya dalam pengamalan ajaran agama yang dianutnya), Matematika (2.1 Menunjukkan sikap kritis, cermat dan teliti, jujur, tertib dan mengikuti aturan, peduli, disiplin waktu, tidak mudah menyerah serta bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas), PPKn (1.1  Menghargai kebhinnekatunggalikaan dan keberagaman agama, suku bangsa, pakaian tradisional, bahasa, rumah adat, makanan khas, upacara adat, sosial, dan ekonomi di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar), SbdP (2.2 Menunjukkan rasa ingin tahu dalam mengamati alam di lingkungan sekitar untuk mendapatkan ide dalam berkarya seni), Bahasa Indonesia 2.4 Memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan sumber daya alam melalui pemanfaatan bahasa Indonesia), IPS (2.3 Menunjukkan perilaku santun, toleran dan peduli dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan dan teman sebaya).

Misalnya melalui  mata pelajaran IPS pada pembelajaran 3 subtema 1 dengan kompetensi dasar 3.5 Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi. Indikator yang dapat dibuat adalah menjelaskan hubungan antara manusia dengan hewan, hewan dengan tumbuhan dan manusia dengan tumbuhan.

Pada pelajaran ini guru dapat menanamkan nilai karakter Hamemayu hayuning bawanya pada anak yakni sebagai makhluk Tuhan yang diberi akal, maka harus bertanggungjawab pada keeksistensian makhluk hidup lain dengan cara mencintai, peduli,  melindungi dan menjaga kelestariannya. Sesama makhluk hidup baik manusia, hewan, dan tumbuhan harus hidup berdampingan. Apabila salah satu dari komponen tersebut terganggu makan akan mempengaruhi kelangsungan kehidupan makhluk lainnya.

  1. Kegiatan Pembelajaran

Salah satu upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan merancang dan menerapkan pendekatan atau strategi pembelajaran aktif atau pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.

Beberapa pendekatan dan strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter ini dalam kegiatan pembelajaran antara lain; pendekatan kontekstual, pendekatan saintifik, pembelajaran discovery, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek dan strategi pembelajaran lainnya yang berbasis aktivitas.

Dalam kurikulum 2013 yang sarat dengan muatan karakter, kegiatan pembelajaran dirancang dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan saintifik (pendekatan keilmuan). Penerapan pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar yakni; mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menalar dan mengkomunikasikan, disingkat 5M permendikbud nomor 103 tahun 2014).

Pendekatan tersebut digunakan untuk menciptakan pembelajaran berbasis aktivitas, dalam hal ini peserta didik yang aktif melakukan pengamatan fakta permasalahan lingkungan sekitar baik alam, sosial, ekonomi, budaya, lalu mengajukan pertanyaan kritis dari permasalahan yang diamati, mengumpulkan informasi melalui buku, internet maupun wawancara, kemudian menalar. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, kemudian mengkomunikasikan temuan/hasil pembelajarannya. Dengan demikian manfaat penerapan pendekatan saintifik selain mengembangkan pengetahuan dan mengasah keterampilan juga dapat membentuk karakter hamemmayu hayuning bawana peserta didik.

  1. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar

pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melaui kegiatan pengembangan diri, yang meliputi:

  1. Pengkondisian, yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan penanaman karakter hamemayu hayuning bawana, misalnya kebersihan badan dan pakaian, toilet yang bersih, tersedianya tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas
  2. Kegiatan rutin, adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat, misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik dan teman, mengadakan sedekah Jum’at, kerja bakti setiap satu bulan sekali di lingkungan sekolah.
  3. Kegiatan Spontanitas bisa diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang dapat dilakukan oleh peserta didik dengan cara spontan atau pada saat itu juga, misalnya kegiatan spontanitas ini ialah mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana alam.
  4. Keteladanan, merupakan perilaku, sikap guru, tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain, misalnya nilai peduli, cinta lingkungan, toleransi, disiplin (kehadiran guru yang lebih awal dibanding peserta didik), kebersihan, kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, dan jujur.

Melalui  implementasi  penanaman nilai karakter memayu hayuning bawono diharapkan  tercipta sistem  pendidikan yang mampu menyiapkan  sumberdaya  manusia berkualitas dan siap  bersaing  di era global namun  memiliki nilai -nilai karakter,  kepribadian, moral  dan  etika  yang kuat.

Hamemayu Hayuning Bawana memiliki dimensi karakter secara komprehensif terkait  dengan  pengembangan  kualitas  sumberdaya  manusia dalam  hubungannnya  dengan Tuhan, manusia, dan alam.

Demikianlah pembahasan mengenai pengertian memayu hayuning bawono dan contohnya di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Semoga dapat bermanfaat bagi setiap pembaca yang sedang meneladi falsafah jawa “Memayu hayuning bawono”.

 

5/5 - (2 votes)